Minggu, 05 November 2017

Contoh Kasus Pelanggaran Kode Etik

Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) : Pelanggaran Kode Etik Paling Banyak Saat Pemilihan Legislatif (Pileg)



Jakarta - Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu mengungkapkan ada 2578 aduan pelanggaran kode etik sepanjang 2012-2017. Dari jumlah tersebut, aduan paling banyak terjadi saat Pileg.

Anggota DKPP RI, Nur Hidayat Sardini, mengatakan pelanggaran kode etik terbanyak di jenjang KPU Kabupaten/ Kota. Puncaknya terjadi pada saat pemilihan legislatif.

"Yang terbanyak di jenjang tingkat kabupaten kota. Ini karena di kabupaten kota sebenarnya medan permainan itu ada di sini. Tahun ke tahun meningkat, tahun 2013 2014 itu puncaknya karena ada Pileg dan Pilpres," kata Nur, di gedung Bawaslu, Jl MH Thamrin, Jakarta Pusat, Rabu (7/6/2017).

Berdasarkan data DKPP RI, jumlah aduan terkait Pileg pada pada tahun 2012 sebanyak 11, kemudian pada 2013 meningkat menjadi 119, dan pada tahun 2014 kembali meningkat menjadi 758 aduan. Sementara sejak tahun 2015 mulai menurun menjadi 18 kasus, 2016 turun lagi menjadi 3 aduan, dan 2017 hanya 1 aduan saja.

Sementara jumlah aduan ditingkat Pilkada pada tahun 2012 sebanyak 46, kemudian meningkat menjadi 248 aduan pada tahun 2013. Lalu aduan pelanggaran sempat menurun pada tahun 2014 menjadi 72 aduan.

Serta pada tahun 2015 jumlah aduan pelanggaran kode etik saat Pilkada kembali meningkat menjadi 329, dan mulai menurun pada tahun 2016 menjadi 252 aduan, jumlahnya terus menurun pada tahun 2017 menjadi 176 aduan.

Selain itu, aduan kode etik pada saat Pilpres 2014 ada sebanyak 18 kasus.

Sedangkan unsur teradu dari tingkat KPU Kabupaten/ Kota jumlah pelanggaran dari tahun ke tahun meningkat. Pada tahun 2012 jumlah KPU Kabupaten/kota yang teradu ada 163, meningkat menjadi 1376 pada tahun 2013, pada tahun 2014 meningkat lagi menjadi 1994.

Baru pada tahun 2015 jumlahnya berangsur-angsur menurun menjadi 1141, 2016 menurun jadi 813, dan 2017 menurun lagi menjadi 511. Hal itu karena adanya kesadaran seiring waktu.

Nur mengungkapkan, motif yang paling sering misalnya karena penyelenggara pemilu tidak profesional seperti menerima uang dari paslon. Sementara kasus pelanggaran kode etik berat misalnya suap, intimidasi dan kekerasan, serta keberpihakan.

"Yang paling sering tidak profesional misalnya menerima dengan suka suka saja, kayak kasusnya Ahok lah orang lebih banyak seperti itu," katanya.

Namun, pelanggaran etik karena ketidakprofesionalitas, tidak cermat, tidak mungkin dipecat. Melainkan yang rawan dipecat misalnya pelanggaran karena keberpihakan, penyuapan, dan lainnya.

"Yang paling mematikan itu adalah keberpihakan, tidak mandiri, lalu penyuapan, lalu pada kasus lain intimidasi dan kekerasan, kemandirian. Kalau ketidakcermatan ini juga sebagai bagian memperjuangkan kepada paslon nah itu juga berat. Tapi saya pastikan, pelanggaran karena keberpihakan yang paling sampai dipecat," ujar Nur.

Sumber : https://news.detik.com/berita/d-3523589/dkpp-pelanggaran-kode-etik-paling-banyak-saat-pileg